Salahsatu teknologi digital yang akan berkembang pesat pada 2022 adalah metaverse.Perbincangan tentang metaverse dimulai sekitar akhir Oktober 2021 lalu ketika Facebook resmi berganti nama menjadi Meta, sebagai tekad memasuki bisnis baru teknologi digital yang berbasis "Virtual and Augmented reality (VR/AR)".
Nunwalqolami wama yasturun. (*) Tags: Generasi Muda Kultum Opini Ramadhan. Share Tweet Send Share. Posts. Empat Nilai Simbolik Nabi Ibrahim. by demokratis.co.id. July 12, 2022. 0 . Pada tanggal 10 Dzulhijjah hampir semua umat muslim sedunia mengingat teladannya. Simboliknya ialah wukuf di padang Arafah Saudi Arabia.
Adatafsiran yang menyatakan bahwa "Nun" adalah nama sebangsa ikan besar di laut senamgsa Ikan paus yang menelan Nabi Yunus. Penafsiran ini dikuatkan oleh ayat 87 dari surat An Nabiya' yang menyebut Nabi Yusuf dengan Zan Nun. Ada pula tafsiran lain yang mengatakan bahwa persumpahan dengan huruf Nun ini jauh lebih luas dari semata - mata
walqolami. Maslahul Falah 1. Ketika menafsirkan Surat Nuh ayat 10-12, Imam Al-Qurthubi mencantumkan kisah bahwa Ibnu Shabih berkata, "Seorang lelaki mengeluhkan. Inspiratif.
Movement • mechanical manually-wound Jaeger-LeCoultre Calibre 381, crafted, assembled and decorated by hand • 21,600 vibrations per hour • 50-hour power reserve
Nunwalqolami wama yasturun "adalah kalimat yang ada dalam lambang - 39711729 kanggannz kanggannz 20.03.2021 Bahasa lain Sekolah Menengah Pertama terjawab Nun walqolami wama yasturun "adalah kalimat yang ada dalam lambang Jawaban: Kalimat Nuuun wal qolami wama yasthurun diambil dari kata yang ada di dalam Al Quran, yakni surat Al Qolam ayat
Dalamkonteks Al-Qolam ayat 1, kata nún diikuti dengan wa al-qolam yang diartikan oleh Syahrur dengan al-taqlím (pembedaan). Kemudian ditambah lagi dengan wa maa yasthuruun, yang diartikan oleh Syahrur dengan al-tashthír (komposisi, keteraturan, klasifikasi). Bahwa segala sesuatu itu disusun, seperti dalam surat Al-Qomar ayat 52: "setiap
Ada tafsiran yang menyatakan bahwa "Nun" adalah nama sebangsa ikan besar di. laut senamgsa Ikan paus yang menelan Nabi Yunus. Penafsiran ini. dikuatkan oleh ayat 87 dari surat An Nabiya' yang menyebut Nabi Yusuf. dengan Zan Nun. Ada. pula tafsiran lain yang mengatakan bahwa persumpahan dengan huruf Nun. ini jauh lebih luas dari semata
Artinya: "Ya Tuhanku, tambahkanlah ilmu kepadaku", (QS Thoha: 114). (quran.kemenag.go.id). Demikian kultum Ramadhan singkat kali ini tentang kewajiban kita kaum Muslimin untuk menuntut ilmu, terimakasih. Nun walqolami wama yasturun. Wassalamu'alaikum Wr.Wb.
Nun Wal Qolami Wama Yasturun Iqro' Bismirobbikalla Resume Peraturan Presiden Tentang Pengadaan Barang/ Jasa Pemerintah Swakelola adalah cara memperoleh barang/jasa yang dikerjak Teori Gamifikasi Definisi Gamifikasi Deterding dkk. (2011) menyata StatCounter. Menu Halaman Statis.
mSIVer. Origin is unreachable Error code 523 2023-06-16 043627 UTC What happened? The origin web server is not reachable. What can I do? If you're a visitor of this website Please try again in a few minutes. If you're the owner of this website Check your DNS Settings. A 523 error means that Cloudflare could not reach your host web server. The most common cause is that your DNS settings are incorrect. Please contact your hosting provider to confirm your origin IP and then make sure the correct IP is listed for your A record in your Cloudflare DNS Settings page. Additional troubleshooting information here. Cloudflare Ray ID 7d8059d44efeb7c4 • Your IP • Performance & security by Cloudflare
1. نٓ ۚ وَٱلْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُونَ nūn, wal-qalami wa mā yasṭurụn 1. Nun, demi kalam dan apa yang mereka tulis. Tafsir Lafal ن merupakan salah satu dari huruf Al-Muqatha’ah huruf yang terputus-putus Ayat-ayat seperti ini dibaca secara putus-putus per-hurufnya dan tidak langsung dibaca sebagai satu kata. Dan ayat-ayat seperti ini banyak terdapat di dalam Alquran[1]. Di antaranya adalah الم yang dibaca alif lam mim, dan bukan dibaca alama. Di antaranya juga عسق yang dibaca ain sin qaf, bukan dibaca asaqa. Di antaranya juga يس yang dibaca yaa siin, bukan dibaca yass. Demikian pula dengan huruf ن dibaca nun dan bukan dibaca naa. Dan sebagaimana kita ketahui bahwasanya huruf tidak memiliki makna. Huruf bisa memiliki makna jika huruf tersebut telah dirangkai dengan huruf-huruf yang lain sehingga menjadi suatu kata. Oleh karenanya para ulama Ahli Tafsir berselisih pendapat tentang makna dan kandungan dari huruf-huruf Al-Muqatha`ah. Di antaranya adalah huruf ن dalam ayat ini. Sebagian para ulama da yang menafsirkannya dengan ikan paus[2], ada yang menafsirkan dengan tinta, dan seterusnya[3]. Namun pendapat yang dikuatkan oleh Ibnu Katsir dan dikuatkan oleh Ibnul Qayyim rahimahumullah bahwasanya huruf-huruf Al-Muqatha’ah[4] tujuannya adalah untuk mengingatkan kaum musyrikin bahwa Alquran adalah mukjizat yang turun dengan bahasa mereka Arab, dengan bahasa sehari-hari mereka, akan tetapi meskipun demikian mereka tidak sanggup mendatangkan yang semisal dengan Alquran. Padahal kata Allah ﷻ, إِنَّا أَنْزَلْنَاهُ قُرْآنًا عَرَبِيًّا لَعَلَّكُمْ تَعْقِلُونَ “Sesungguhnya Kami menurunkan Alquran berbahasa Arab, agar kamu mengerti.” QS. Yusuf 2 Saat itu orang-orang musyrikin Arab sedang berbangga-bangga dengan syair-syair mereka, bahkan mereka mengadakan berbagai macam lomba syair-syair. Maka Allah ﷻ menurunkan mukjizat kepada Nabi ﷺ yang berkaitan dengan perkara yang sedang mereka gandrungi saat itu yaitu balaghah dan syair. Hal ini seperti tatkala Allah mengutus nabi Yusuf, ketika itu banyak orang yang dikenal dengan ahli menafsirkan mimpi. Namun ketika sang raja bermimpi maka tidak ada seorangpun diantara mereka yang mampu menafsirkan mimpi raja, dan hanya Yusuf alaihis salam yang mampun menafsirkan mimpi raja. Ketika Allah ﷻ mengutus Nabi Isa alaihissalam, Allah ﷻ mengutus Nabi Isa alaihissalam dengan mukjizat pengobatan karena pada zaman tersebut sedang ramai masalah pengobatan. Demikian pula di zaman Nabi Musa alaihissalam yang sedang ramai perkara sihir. Maka Allah ﷻ turunkan mukjizat kepada Nabi Musa alaihissalam yang sekilas seperti sihir namun bukan sihir[5]. Oleh karenanya demikianlah di zaman Nabi ﷺ, tatkala orang-orang musyrikin sedang saling berbangga-bangga dengan kemampuan mereka dalam balaghah dan syair, maka Allah ﷻ turunkan Alquran yang mengalahkan segala balaghah dan bahasa yang mereka miliki, padahal mereka berbicara dengan huruf-huruf tersebut namun mereka tidak sanggup mendatangkan yang semisal dengan Alquran. Sebagaimana Allah ﷻ juga berfirman, قُل لَّئِنِ اجْتَمَعَتِ الْإِنسُ وَالْجِنُّ عَلَىٰ أَن يَأْتُوا بِمِثْلِ هَٰذَا الْقُرْآنِ لَا يَأْتُونَ بِمِثْلِهِ وَلَوْ كَانَ بَعْضُهُمْ لِبَعْضٍ ظَهِيرًا “Katakanlah, Sesungguhnya jika manusia dan jin berkumpul untuk membuat yang serupa dengan Alquran ini, mereka tidak akan dapat membuat yang serupa dengannya, sekalipun mereka saling membantu satu sama lain’.” QS. Al-Isra’ 88 Demikian juga firman Allah ﷻ yang memberikan tantangan kepada mereka, أَمْ يَقُولُونَ افْتَرَاهُ ۖ قُلْ فَأْتُوا بِعَشْرِ سُوَرٍ مِّثْلِهِ مُفْتَرَيَاتٍ وَادْعُوا مَنِ اسْتَطَعْتُم مِّن دُونِ اللَّهِ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ “Bahkan mereka mengatakan, Dia Muhammad telah membuat-buat Alquran itu’. Katakanlah, Kalau demikian, datangkanlah sepuluh surah semisal dengannya Alquran yang dibuat-buat, dan ajaklah siapa saja di antara kamu yang sanggup selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar’.” QS. Hud 13 Dalam ayat yang lain Allah ﷻ juga menantang mereka lagi dengan mengatakan, وَإِن كُنتُمْ فِي رَيْبٍ مِّمَّا نَزَّلْنَا عَلَىٰ عَبْدِنَا فَأْتُوا بِسُورَةٍ مِّن مِّثْلِهِ وَادْعُوا شُهَدَاءَكُم مِّن دُونِ اللَّهِ إِن كُنتُمْ صَادِقِينَ “Dan jika kamu meragukan Alquran yang Kami turunkan kepada hamba Kami Muhammad, maka buatlah satu surah semisal dengannya dan ajaklah penolong-penolongmu selain Allah, jika kamu orang-orang yang benar.” QS. Al-Baqarah 23 Kemudian Allah ﷻ bersumpah, وَالْقَلَمِ وَمَا يَسْطُرُونَ “Demi pena dan apa yang mereka tuliskan.” Huruf و adalah cara bersumpah dalam bahasa Arab, yang dalam bahasa Indonesia kita sebut dengan “Demi”. Jika isim kata benda datang setelah huruf و dan isim tersebut dikasrahkan, maka akan menjadi bentuk sumpah sebagaimana dalam ayat ini Allah ﷻ menyebutkan وَالْقَلَمِ Demi Pena. Di antaranya juga Allah ﷻ mengatakan وَرَبِّكَ Demi Tuhanmu, والشَّمسِ Demi matahari, وَالنَّهَارِ Demi siang, وَالَّيْلِ Demi malam. Adapun kita tidak boleh bersumpah selain atas nama Allah ﷻ, karena bersumpah atas nama selain-Nya adalah kesyirikan. Adapun Allah ﷻ, Dia berhak bersumpah dengan makhluk yang Dia ciptakan, hal tersebut adalah hak Allah ﷻ. [6] Dan tidaklah Allah ﷻ bersumpah kecuali pada perkara-perkara yang agung. Di antaranya Allah ﷻ bersumpah dengan salah satu makhluknya yaitu pena. Allah ﷻ bersumpah dengan pena karena pena merupakan nikmat luar biasa yang Allah berikan kepada manusia[7]. Oleh karenanya sebagaimana Allah juga sebutkan tentang pena ini di awal-awal surah Al-Alaq turun, Allah ﷻ berfirman, الَّذِي عَلَّمَ بِالْقَلَمِ “Yang mengajar manusia dengan pena.” QS. Al-Alaq 4 Pena adalah sebuah nikmat, karena salah satu cara seseorang belajar adalah dengan pena. Dengan penalah Alquran bisa terjaga di tangan para kuttabul wahyi para pencatat wahyu, demikian pula pena digunakan untuk mencatat hadits-hadits Nabi ﷺ, demikian pula ilmu semuanya dicatat dengan pena, perjanjian dicatat dengan pena, sejarah dicatat dengan pena, dan yang lainnya. Oleh karenanya pena adalah nikmat yang sangat luar biasa karena merupakan sarana untuk menegakkan ilmu, sehingga Allah ﷻ bersumpah dengan pena. [8] Ayat ini juga menjadi isyarat bahwasanya Islam adalah agama yang dibangun di atas ilmu. Sebagaimana Allah ﷻ berfirman di awal surah Al-Alaq, اقْرَأْ بِاسْمِ رَبِّكَ الَّذِي خَلَقَ “Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan.” QS. Al-Alaq 1 Jika ayat ini digandengkan dengan ayat pertama dari surah Al-Qalam ini yaitu baca dan pena, maka ini menunjukkan tentang perhatian Islam terhadap ilmu yang sangat luar biasa. Oleh karenanya pula kita dapati banyak ayat-ayat dan hadits-hadits yang menyampaikan tentang keutamaan dan keagungan ilmu. Pena الْقَلَم juga menjadi salah satu sarana untuk mengungkapkan. Makanya pena juga disebut dengan أَحَدُ اللِّسَانَيْنِ yang artinya salah satu dari dua lisan [9]. Seseorang yang ingin mengungkapkan sesuatu maka dia akan mengungkapkannya salah satu dari satu dari dua cara yaitu dengan lisannya secara langsung atau melalui tulisannya. Oleh karena itu, syariat menilai bahwa hukum tulisan sebagaimana hukum lisan. Sebagaimana dengan ucapan seseorang bisa mengadakan akad, perjanjian, wasiat, atau jual beli, maka demikian pula hal tersebut bisa terjadi dengan tulisan. Ketika kita paham bahwa hukum tulisan sama dengan hukum ucapan lisan, maka sebagaimana seseorang berhati-hati dalam berbicara maka demikian pula hendaknya dia berhati-hati dalam mengungkap dengan tulisan. Terutama di zaman ini dimana tulisan seseorang begitu mudahnya tersebar. Dan sebab tulisan itu adalah nikmat, maka hendaknya seseorang tidak menyalahgunakannya. Karena betapa banyak seseorang diangkat derajatnya sebab tulisannya oleh Allah ﷻ sebagaimana para ulama, dan betapa banyak orang yang dihinakan di sisi Allah ﷻ dan manusia karena tulisannya pula. Sebagian ulama memandang bahwa tafsiran kata الْقَلَمُ pena di ayat ini maksudnya adalah pena Allah ﷻ yang Allah ciptakan untuk menulis takdir di Al-Lauhul Mahfuzh[10]. Sebagaimana dalam sebuah hadits, Nabi ﷺ bersabda, إِنَّ أَوَّلَ مَا خَلَقَ اللَّهُ الْقَلَمَ فَقَالَ اكْتُبْ. فَقَالَ مَا أَكْتُبُ قَالَ اكْتُبِ الْقَدَرَ مَا كَانَ وَمَا هُوَ كَائِنٌ إِلَى الأَبَدِ “Sesungguhnya awal yang Allah ciptakan adalah pena, kemudian Allah berfirman, Tulislah’. Pena berkata, Apa yang harus aku tulis’. Allah berfirman, Tulislah takdir berbagai kejadian dan yang terjadi selamanya’.”[11] Sebagian ulama tafsir lain mengatakan bahwa pena di sini adalah pena yang dipakai malaikat untuk mencatat di catatan takdir yang ada di sisinya malaikat, atau pena yang dipakai untuk mencatat amalan para hamba-Nya. [12] Sebagian ulama lain seperti Ibnu Katsir rahimahullah dan yang lainnya mengatakan bahwa pena di sini maknanya umum, yaitu mencakup makna pena di Al-Lauhul Mahfuzh, pena yang dipegang oleh para malaikat, dan pena yang dipegang oleh manusia[13]. Karena setelah Allah ﷻ bersumpah atas nama pena, kemudian Allah ﷻ berfirman, وَمَا يَسْطُرُونَ “Dan apa yang mereka tuliskan.” Artinya mereka dalam ayat ini bisa jadi malaikat dan bisa jadi pula yang dimaksud adalah manusia. Allah ﷻ membuka surah Al-Qalam dengan sumpah. Dan tidaklah Allah bersumpah kecuali untuk menekankan sesuatu. Karena jika Allah ingin menekankan sesuatu, maka Allah membukanya dengan sumpah. Dan hal seperti banyak di dalam Alquran. Di antaranya Allah ﷻ berfirman, وَالشَّمْسِ وَضُحَاهَا، وَالْقَمَرِ إِذَا تَلَاهَا، وَالنَّهَارِ إِذَا جَلَّاهَا، وَاللَّيْلِ إِذَا يَغْشَاهَا، وَالسَّمَاءِ وَمَا بَنَاهَا، وَالْأَرْضِ وَمَا طَحَاهَا، وَنَفْسٍ وَمَا سَوَّاهَا، فَأَلْهَمَهَا فُجُورَهَا وَتَقْوَاهَا، قَدْ أَفْلَحَ مَنْ زَكَّاهَا “Demi matahari dan sinarnya pada pagi hari, demi bulan apabila mengiringinya, demi siang apabila menampakkannya, demi malam apabila menutupinya gelap gulita, demi langit serta pembinaannya yang menakjubkan, demi bumi serta hamparannya, demi jiwa serta penyempurnaan ciptaannya, maka Dia mengilhamkan kepadanya jalan kejahatan dan ketakwaannya, sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya.” QS. Asy-Syams 1-9 Untuk menekankan pernyataan “Sungguh beruntung orang yang menyucikan jiwanya”, Allah ﷻ membuka dengan beberapa rentetan sumpah. Demikianlah orang-orang Arab dalam menekankan sesuatu, mereka bersumpah terlebih dahulu lalu menyebutkan pernyataan tersebut. _________________________ Footnote [1] Lihat Tafsir Ibnu katsir 8/184. [2] Lihat Tafsir Al-Baghawiy 8/182. [3] Lihat Tafsir Ibnu katsir 8/184-185 dan Tafsir Al-Ma’tsur 22/90-93. [4] Lihat Tafsir Ibnu Katsir 8/184 dan At-Tibyan fi Aqsamil Quran hal. 203 [5] Ibnu Katsir berkata كَانَتْ مُعْجِزَةُ كُلِّ نَبِيٍّ فِي زَمَانِهِ بِمَا يُنَاسِبُ أَهْلَ ذَلِكَ الزَّمَانِ “Mukjizat setiap Nabi di zamannya sesuai dengan apa yang digandrungi oleh penduduk zaman tersebut” Al-Bidaayah wa an-Nihaayah 2/486 [6] Lihat Majmu’ Al-Fatawa 1/290 [7] Lihat Tafsir Ath-Thobari 24/527 [8] Lihat Tafsir Ibnu Katsir 8/187. [9] Lihat Tafsir Al-Qurthubi 18/224-225, dan sebagaimana yang dijelaskan oleh Ar-Razy فَإِنَّ التَّفَاهُمَ تَارَةً يَحْصُلُ بِالنُّطْقِ وَ [تَارَةً] يُتَحَرَّى بِالْكِتَابَةِ “karena sesungguhnya saling memahami terkadang didapat dengan ucapan dan terkadang didapat dengan tulisan.” Lihat At-Tafsir Al-Kabir 30/598 [10] Lihat Tafsir Ibnu Katsir 8/187. [11] HR. At-Tirmidzi no. 2155 [12] Lihat Tafsir Al-Baghawi 8/187. [13] Lihat Tafsir Ibnu Katsir 8/187.